Oleh : Joko Sadewo
Gempuran pandemi Covid-19 telah berlangsung hampir 2 tahun ini, sejak mulai menginfeksi umat manusia awal 2020 lalu. Belum jelas kapan kiranya akan berakhir. Sedangkan kita, negri ini, terus dibuat kelimpungan dan gusar karenanya. Kian hari, angka warga yang suspect Covid-19 masih tinggi. Kelaparan mengancam, kematian pun masih mengintai.
Semua komponen bangsa dibuat kalang kabut akibat wabah ini. Kesehatan memburuk dan ekonomi pun terpuruk. Serta mengancam kesejahteraan hidup rakyat, di negri yang konon katanya kaya raya, gemah ripah loh jinawi.
Kondisi memprihatinkan itu tak terkecuali menerpa pegiat pers, kalangan wartawan. Para pewarta yang diminta terus berkarya dalam kondisi sesulit apapun, demi memastikan informasi valid tetap dapat diakses oleh publik. Tapi, siapa yang peduli mereka?
Wartawan atau pers, yang merupakan pilar keempat demokrasi, nasibnya tak sebaik 3 pilar demokrasi lain: Eksekutif, legislatif dan yudikatif. Mereka dijamin negara kesejahteraannya. Sedangkan wartawan, harus memikirkan sendiri periuk nasi, di tengah kesibukan memproduksi informasi untuk bangsa.
Di saat negara menyiapkan anggaran yang fantastis untuk penanggulangan dan pencegahan wabah, mengucurkan bantuan sosial bagi warga miskin terdampak, bahkan ketika politisi dan selebritis menyantuni para tukang ojek, wartawan melalui medianya tetap memberitakan. Padahal, kondisi kesejahteraan mereka pun tak jelas pula.
Keadaan memprihatinkan itu tak hanya dialami oleh wartawan yang notabene sebagai ujung tombak informasi di lapangan. Pemilik media pun, kecuali media raksasa berskala nasional, dibuat kelimpungan dilanda wabah. Jangankan mau menjamin kesejahteraan wartawannya, untuk mempertahankan eksistensi medianya pun, bukanlah perkara yang mudah.
Sebab, belanja iklan dari para mitra mulai langka, bahkan mereka cenderung mengalihkan anggarannya untuk kebutuhan lain, yang katanya lebih urgent. Tetapi, tetap menuntut media dan wartawan, agar mensupport mereka dengan pemberitaan yang terus berkesinambungan. Wah, mulia sekali ya, tugas wartawan!
Di tengah kesulitan wartawan pada ancaman stok beras yang menipis, susu anak yang hampir habis, atau resiko tertular Covid 19, lalu nyawa pun melayang, semestinya pemerintah turun tangan. Alih-alih memindahkan anggaran publikasi pada pos pengeluaran lain, justru harus ada semacam tambahan alokasi anggaran khusus. Sebab, wartawan bukanlah robot atau manusia super!
Saat ini, wartawan diberi tugas berat sebagai garda terdepan dalam menjernihkan informasi yang keruh, menangkal hoax, dan utamanya membantu pemerintah menyebarkan motivasi positif, agar semua elemen bangsa segera bangkit dari pandemi.
Lalu, bagaimana mungkin informasi itu bisa objektif disajikan, jika mereka terus asyik mengencangkan ikat pinggang? Kerjasama itu hendaknya bisa bersifat simbiose mutualisme. Saling menguntungkan semua pihak. Jika Pers sebagai pilar keempat mulai limbung lalu tumbang. Ini bisa jadi pertanda, akan robohnya ruang demokrasi di negeri ini?
* Penulis adalah wartawan yang bertugas di Kabupaten PALI, Sumsel.