Beranda Bangka Belitung Polemik Sanksi Pidana Tolak Vaksinasi Saat Pandemi Covid-19

Polemik Sanksi Pidana Tolak Vaksinasi Saat Pandemi Covid-19

395
0
BERBAGI

Opini : Penulis, L.M. Aprizal Oalewa Putra, S.H ( Direktur LBH KUBI)

Bangka Belitung – Indonesia saat ini sedang di hebohkan dengan vaksinasi, maka perlunya kita sebagai warga negara memahami kesehatan merupakan aspek penting dari Hak Asasi manusia (HAM). Dalam Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin hak-hak tiap warga negara dan itu termaktub dalam pasal 28I ayat 1 sampai 2, kemudian dalam ketentuan pasal 28b ayat (2) yang berbunyi “setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”

Berdasarkan Undang-Undang No.06 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan pada pasal 93 berbunyi ”Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun adan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (serratus juta rupiah).

Namun sejak dikumandangkan dan ditetapkan bencana non-alam melalui KEPPRES No.12 Tahun 2020 Tentang penetapan bencana non-alam penyebaran COVID-19 sebagai bencana Nasional tanggal 13 April 2020, berdasarkan hemat penulis Pemerintah belum pernah menetapkan kebijakan karantina wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 Jo pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.06 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Bila di klasifikasikan lebih mendalam,Pemerintah Daerah hanya menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdasarkan ketentuan pasal 59 Jo pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.06 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Oleh karena itu tidak ada relevansinya menetapkan sanksi pidana baik penjara satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah), karena sampai sekarang Pemerintah Daerah belum pernah menetapkan kebijakan karantina wilayah,jadi bila pasal 93 Jo pasal 9 ayat (1) digunakan untuk memberi sanksi pidana kepada masyarakat yang menolak vaksinasi dan bila hal ini sampai terjadi merupakan kesalahan logika berpikir.

Dengan demikian kita segenap rakyat diberikan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan hak menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan baginya,maka perlu kita ketahui bahwasanya bersedia atau keberatan untuk di suntik vaksin sinovac dan memilih layanan kesehatan yang lain atau memilih bersabar dalam menghadapi pandemi COVID-19 sambil berdoa agar Allah SWT segeranya diangkat pandemi ini,yang seyogyanya pilihan yang bebas dan di jamin oleh undang-undang.

Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan,bahwa kebebasan memilih divaksin atau tidak divaksin sinovac adalah manifestasi hak konstitusional setiap warga negara dan wajib di perjuangkan sesuai dengan amanat aturan perundang-undangan.jadi bila masyarakat yang di diskriminatif ataupun di nestapakan hak-haknya jangan ragu untuk meluruskan kesalahan logika berpikir,sebab para pendiri dan pejuang kita terdahulu selalu melawan bentuk diskriminasi demi ketentraman dan kemajuan negara kita Indonesia tercinta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here